Cerpen Komedi, Mantra Kuik – Kuik

 



 

            Badol tak tahan lagi. Sudah lima kali dia keluar masuk kakus. Perutnya melilit terasa mau buang air besar. Sungguh besar, saking besarnya air yang keluar bukan dari saluran depan, tapi keluar dari pintu belakang. Siapakah yang telah mengkudeta saluran pencernaannya sehingga harus beberapa kali minum campuran gula garam.

            Di rumah Cu Eman terjadi hal aneh. Cu Eman yang tak tahu mengapa kulitnya tiba – tiba gatal – gatal. Merah, berbintik macam cacar. Digosoknya pakai minyak kayu putih tak hilang. Malah bintik tadi berubah jadi putih. Diolesnya minyak batu, lebih parah. Kulitnya jadi berbentol – bentol macam batu. Diambilnya minyak kapak, tapi tak jadi diolesnya.

            “Kalau aku oles minyak nie, nanti timbul kapak di kulit aku. Cilaka, cam mana nie.”

            Mayap Goyon duduk tenang di rumahnya. Tanpa melilit apalagi gatal - gatal ruam. Cacing di perutnya saja tenang tanpa rontakan, kulitnya apalagi tak akan mudah alergi hanya karena gigitan nyamuk Aedes aegypti dan anopheles betina. Dia tenang, lebih tepatnya berusaha tenang karena dia ditunjuk pak RT mendampingi seorang bule dari Autralia yang datang ke Sungai Liku untuk penelitian air sungai.

            “Mayap kan orangnya mudah akrab dengan orang baru, saya suka grogi apalagi tamunya dari luar negeri,” usul Pak RT dua hari yang lalu.

            Padahal Mayap tak bisa bahasa inggris. Masih kata Pak RT, memang kalau bule itu nantinya bisa juga berbahasa indonesia, jadi tenang saja.

            Akhirnya bule yang ditunggupun datang. Katanya tadi tanya – tanya orang kampung akhirnya sampai ke rumah Mayap.

            “Selamat pagi May..yab,” kata bule dengan logat kentalnya.

            “Good morning Mister,” jawab Mayap dengan logat dangkalnya.

            Kata si bule Pak RT tak bisa ikut mendampingi karena ada urusan ke’Rtan. Mayap hanya senyum masam, karena ia tahu akal – akalan Pak RT yang pemalu itu.

            I datang kemari..-.”

            “Stop Mister. Saya sudah tahu tujuan Mister ke kampiung saya. Kita mulai dari mana?” potong Mayap dengan logat dangkalnya.

            Si bule tadi menahan tawa mendengar Mayap meniru cara bicara orang barat.

            I  harus jelaskan dulu, kefada May..yab. Nanti May..yap tolol...”

            “Tolol?” Meradang Mayap mendengar kata tolol dari si bule.

            No..no, maksud saya nanti May..yab tidak tahu. I  jelaskan dulu,” sambung bule.

            Menggerutu Mayap, kesal dia. Siapa yang ngajarkan bule nie ngomong tolol. Orang tak tahu bukan berarti tolol. Aih.

            “Ok  Mister. Sekarang in rumah saya. Bicara di in saja,” sambung Mayap tak peduli hancur lebur bahasa inggris yang dipakainya.


Baca Juga : Lebih Lucu

                                                            ***

            Badol tak tahan perutnya sakit lalu bergegas ke rumah Mayap. Siapa tahu Mayap ada obat pikirnya. Kalau tak adapun minimal sembur air putih, mulut orang tua tu kan mujarab.

            Cu Eman juga melangkah ke rumah Mayap. Tak peduli ia orang kampung melihatnya bekisai sepanjang jalan ngelawan gatal.

            Akhirnya kedua manusia yang bernasib sama – sama berpenyakit itu sampai dan bertemu di kaki tangga rumah Mayap.

            “Aih ngapa kau tebungkuk - bungkuk macam tenggiling Dol?” Heran Cu Eman.

            Belum dijawab Badol balik tanya, “Cu pun, bekisai macam lutung tak besampo. Apahal?”

            Setelah berdiskusi ringan padat dan jelas mereka tentang penyakit masing – masing. Mereka mendengar ada keanehan dari rumah Mayap.

            “Dol, kau dengar Mayap dah pandai bahasa inggris,” bisik Cu Eman.

            Dipasangkannya telinga lebih mantap, “bukan, itu mantra bukan bahasa inggris Cu. Aa..dengar, yes no yes no ada kue di toples, nagasari bakwan no. Itu mantra Cu,” bisik Badol asal.

            “Kita liat dari jendela Dol, siapa yang benar. Bahasa inggris atau mantra,” usul Cu Eman.

            Tanpa sepengetahuan sang empunya rumah dua mata – mata tadi mengintip dari balik jendela. Badol tenggelam timbul mengintip karena masih terbungkuk – bungkuk menahan sakit perut. Cu Eman sibuk menggaruk - garuk tubuhnya yang gatal membuat tak fokus saat mengintip.

            “Kau liat Dol?”

            “Aih perut nie masih sakit Cu, tak bisa aku berdiri. Jendela tu tinggi. Tapi aku dengar ada dua orang di dalam.” Jawab Badol

            “Aku liat Dol, Mayap berhadapan dengan orang kulit putih. Cuma apa yang diomongkan mereka aku tak tahu. Gatal Dol, tak fokus aku,” sahut Cu Eman.

            Dalam kebungkukkannya Badol seperti mendapat pencerahan alami yang mendadak. Sebuah kesimpulan, “Cu. Aku tahu sekarang.”

            “Apa Dol?”

            “Dari pendengaranku Mayap membaca Mantra dan Cu liat Mayap berhadapan dengan orang kulit putih. Kesimpulannya adalah..”

            “Apa Dol?” kuat penasaran Cu Eman, kuat juga ia bekisai gatalnya.

            “Mayap sedang belajar mantra dari orang berkulit putih,” jawab Badol tiba - tiba bisa berdiri dari bungkuknya.

            “Aih, apalah kau nie Dol,” potong Cu Eman kecewa.

            “Orang berkulit putih itu bisa jadi guru Mayap, dengarkan tadi mantra mereka YES NO YES NO, ADA KUE DALAM TOPLES, NAGASARI  BAKWAN NO,”

            Cu Eman emosi. Lantas pulang tak jadi minta bantuan Mayap. Masih bekisai ia. Badol juga pulang, takut ia kalau terkena mantra aneh itu.

Lebih Ngakak baca Bukunya : Klik 

                                                                           ***

            Sore ini Mayap dan si bule berencana mengambil sampel air sungai untuk penelitiannya. Mereka menuju rumah Badol untuk meminjam sampan.

            “Mayap, ngapalah bawa orang kulit putih nie. Dia nie bawa penyakit ke kampung kita. Aku jak sakit perut kena nya,” bisik Badol.

            “Kau nie, sakit - sakit jak Dol. Jangan banyak alasan kalau tak mau minjamkan sampan.” Bisik Mayap

            Si bule hanya senyum dengan muka putih pucatnya ke arah Badol. Saking takutnya dan juga tak mau perutnya melilit lagi Badol dengan terpaksa minjamkan sampan miliknya.

            “Sampan jak Mayap. Dayung aku patah, kalau mau pinjam sama Cu jak.”

            Kesal Mayap. Sekaligus malu ia dengan tamu bulenya. Minjamkan barang  tak ikhlas pikirnya.

            Di rumah Cu Eman Mayappun dibisik lagi oleh pemilik dayung,  “Mayap, mantra apa yang Mayap belajar dengan orang nie. Bisakah ngobatkan gatal aku?”

            “Kau dengan Badol sama – sama gila. Nie tamu aku bukan guru pelet!” Kesal Mayap.

            Setelah mendapatkan sampan dan dayung Mayap dan bule menuju ke sungai Liku. Gara – gara sungai kecil inilah kampung ini dinamakan kampung Sungai Liku. Entah karena sungainya berlika – liku dan berkelok – kelok. Ah hanya orang Sungai Liku yang tahu.

            “Kita harus masuk ke anak – anak sungai May..yab,” ajak si bule.

            Ok Misterr. I am dayung to water,” jawab Mayap dengan amburadul.

            Semakin ke hulu mereka. Semakin banyak hal baru yang ditemukan si bule. Keindahan alam. Pohon bungor dengan anggrek di dahannya,  juga burung – burung, anak ikan seluang yang lagi belajar berenang. Mayap juga heran mengapa anak ikan seluang perlu belajar renang, ah mungkin karena masih anak – anak ya.he

            Oh No May..yab. lihat! Apa ini!”

            Bule tadi menemukan botol kecil yang mengapung dengan santainya. Si bule jelas heran dan kaget, karena mungkin di negaranya tak ada masyarakat yang membuang sampah di sungai.

            Oohhhh NO Misterr. Itu racun hama,” jawab  Mayap tak kalah logatnya.

            “Racun ?”

            Mayap lalu menjelaskan, bahwa kebiasaan orang kampung suka meracun atau menuba ikan dengan racun kimia. Salah satunya memakai racun hama yang sebenarnya itu untuk pertanian.

            Danger, bahaya May..yab, ini tidak boleh. Bisa merusak ekosistem. Bukan hanya ikan mati, tapi makhluk hidup lain juga bisa mati karena ini racun.” Jelas si bule tampak kesal.

            Mayap mengangguk mantap. Ia setuju kata – kata si bule. Memang orang hanya mencari cara mudahnya saja tanpa melihat akibat dari perbuatannya.

            “Ini jadi penelitian bagus May..yab, ok kita pulang,” ajak si bule.

            Di tepian sungai Badol dan Cu Eman sudah menunggu. Melihat apahal yang akan terjadi pada Mayap. Dilihat oleh keduanya Mayap dan bule sudah mendekat, dan tiba – tiba saja seperti mendukung dugaan Badol dan Cu Eman, hujan panas turun mengiringi kedatangan Mayap dan bule tadi.

            “Cu lihat kan, mereka sedang menuntut ilmu. Aa.. ujan panas jadinya,”

            Cu Eman terpana menyaksikan keanehan alam yang tiba – tiba hujan panas itu. Dilihatnya lagi ke arah sungai semakin yakin karena melihat Mayap dan bule berputar – putar di tengah sungai. Aneh bin heran Badol dan Cu Eman melihat tingkah polah Mayap dan orang kulit putih itu.

            “Kan...Cu, bukan cepat pulang. Malah main ujan panas. Lari Cu..lari..!!,” ajak Badol takut.

            Keduanya lari pontang panting melihat keanehan Mayap dan bule beputar – putar di tengah sungai bermain hujan panas.

..............keesokan harinya.....

            “Kalian bedua memang gila.” Kesal Mayap ditanya pasal beputar di sungai waktu hujan panas.

            “Tros ngapa jak beputar, bukannya cepat ke tepi dah tau ujan panas?” tanya Badol dan Cu Eman.

            “Aku tu bingung,” jawab Mayap

            “Bingung?” Badol dan Cu Eman heran.

            “Pasalnya pas ujan panas, bule tu teriak kuik..kuik...kuik....Heranlah. Kalian taukan Dol,Man, kuik itu kan belok artinya kalau pakai sampan. Jadilah aku tebelok – belok. Dayung lurus dia teriak lagi; kuik..kuik..,akupun belokkan lagi tu sampan. Beputar – putarlah jadinya,” jelas Mayap.

            Badol dan Cu Eman semakin yakin Mayap menuntut ilmu, sekarang ada mantra baru lagi. Mantra kuik kuik.

 

Catatan :

Quick ( cepat ) = inggris

Kuik ( belok saat bersampan ) = bahasa  Melayu Sungai Liku

Bekisai = menggaruk

 

Posting Komentar untuk "Cerpen Komedi, Mantra Kuik – Kuik "