Cerpen Komedi, Pemilu Kampung

 



            Sebagai warga kampung yang baik, masyarakat Sungai Liku mengadakan pemilihan ketua kelompok tani. Oleh karena Sungai Liku masih berada di negara kesatuan republik Indonesia, maka mereka melakukan pesta demokrasi untuk pemilihan tersebut. Badol langsung berdandan ketika Cu Eman datang ke rumahnya memberitahukan perihal pesta demokrasi. Entah apa yang dipikirkannya mengenai pesta demokrasi itu.

            “Siapa yang punya hajat Cu? Tak ada juga aku dengar warga kita nie yang tunangan. Eh tau – tau dah nak pesta. Jangan – jangan kecelakaan pasangan tu Cu, makanya mendadak pesta macam nie.”

            “Terserah kaulah Dol, sekarang kita bedua nie jadi tim sukses Mayap Goyon. Dia mencalonkan dirinya jadi ketua kelompok tani,” timpal Cu Eman.

            “Jadi tak ada yang pesta, tak ada makan – makanlah Cu? Katanya pesta tapi tak ada makanan. Aa,  kecewa aku, dah keren aku nie Cu,” kesal Badol.

            “Yang bilang pesta siapa Dol? Aku bilang pesta demokrasi bukan pesta makan!” spaning Cu Eman.

            “Aaa  tu, Cu bilang pesta demokrasi. Anak siapa demokrasi tu Cu? Lelaki kah cewek?” tanya Badol

            Malas Cu Eman menanggapi manusia setengah ons macam Badol. Kalau bukan karena hal penting ini, sudah melintang kepala Badol disenamnya. “Pokoknya, malam nanti kita kumpul ke rumah Mayap, rapat terbatas,” sambung Cu Eman lansung pergi.

            Malam harinya Cu Eman dan Badol sudah berkumpul di rumah Mayap Goyon. Ketiganya akan melakukan rapat pasal bagaimana cara memenangkan Mayap Goyon agar bisa menjadi ketua kelompok tani.

            “Macam mana agar aku menang nanti pas pesta demokrasi tu, ada usul?” tanya Mayap memulai rapat.

            Badol mengacungkan tangan. Kemudian mengelus batang lehernya dan memberi isyarat aneh,  “cekson..cekson...ehem..ehemm.”

            Mayap langsung menimpali, “kau menyindir aku Dol. Tenang,  rapat kita nie pasti ada air kopinya, aku lagi masak air.”

            Cu Eman langsung paham sekaligus geleng – geleng melihat kelakuan Badol.

            “Aku kira kau punya usul Dol. Ngacungkan tangan tapi tak berpendapat. Itu namanya peserta rapat yang tak tau adap, paham kau, Dol?”

            “Aih, ngapa pulak aku dibilang tak beradap Cu. Kalau aku tetidok dalam rapat nie baru aku tak beradap. Rapat itukan harus prima Cu, harus punya stamina untuk memutuskan keputusan rapat. Aaa...makanya aku beri kode,hehe,” jelas Badol cengegesan.

            Muka Cu Eman nampak dongkol. Sementara Mayap akhirnya menuju dapur. Paham dia akan maksud Badol. Dari ruang tengah Badol tersenyum simpul mendengar klentang – klenteng bunyi sendok yang menari mengaduk gelas kopi. Tak lama berselang Mayap datang dengan nampan mengepul uap.

            “Mantap Mayap. Di mana – mana kalau rapat harus ada konsumsinya, walaupun orang tak paham apa isi diskusinya tapi orang harus tau apa isi basinya,” gurau Badol semangat.

            Sekali lagi Mayap dan Cu geleng – geleng kepala.

            “Menurut aku Mayap, bagusnya para warga diberi racun rundup saja, biar mau milih Mayap,” usul Cu Eman sambil meniup gelas kopi.

            “Gila Cu, memang warga kita tu rumput lalang. Mati kalau diberi rundup! Jangan Mayap, itu usul yang akan mengalahkan Mayap,” sergah Badol.

            “Woi ampas kopi. Maksud aku kita beri warga tu satu botol satu botol racun rundup agar mereka  milih Mayap,” jelas Cu Eman naik spaning.

            “Oo..macam tu bagus Mayap,oklah aku,” jawab Badol menunjukkan dua jempol.

            Mayap menyeruput kopinya, “tak boleh Man, Dol. Itulah namanya politik uang. Kita nie bayar orang agar milih kita, tak boleh, aku tak setuju,” jawab Mayap mantap.

            Lama ketiganya terdiam. Memikirkan cara memenangkan Mayap agar bisa menang menjadi ketua kelompok tani. Jarum jam berdetak semakin nyaring di keheningan malam. Tiba – tiba seekor cicak berbunyi di belakang kalender caleg seakan memberi petuah atau wangsit kepada Mayap. Ia menoleh ke arah bunyi cicak dan bola lampu idenya bercahaya membuat matanya yang hampir mengantuk menjadi terang benderang menjadi 40 watt.

            “Aku ada ide Man, Dol,” kata Mayap girang.

            Badol dan Cu Eman kaget melihat Mayap melotot dan bola matanya nampak bercahaya macam lampu senter.

            “Ide apa Mayap?” tanya Cu Eman

            “Makan – makan kah Mayap?” harap Badol emangat

            “Kita buat macam kalender caleg tu jak, kita tempel di jalan kebun,” jelas Mayap emangat

            Cu Eman dan Badol berpikir sejenak. Lalu Cu berujar,   “mahal Mayap buat macam tu, sekarang kulat getah jak murah, ehh Mayap nak kampanye macam caleg yang punya modal besar.”

            “Aih, jangan buat kalender, buat jak pakai kardus bekas. Lalu tulis di situ  - pilih Mayap Goyon jadi ketua kelompok tani,” jelas Mayap enteng.

            “Kalau hanya tulisan itu tak cukup Mayap. Mayap harus punya selogan biar diingat warga,” usul Badol.

            Mayap nampak berpikir lagi, lalu,  “betul juga tu Dol. Aa ..nanti kau tulis lagi - pilih Mayap Goyon jadi ketua kelompok tani, ingat Mayap salam daun karet,” kata Mayap lagi.

            Terpesona Cu Eman mendengar selogan yang sangat – sangat sederhana itu, Badolpun terkesima entah bagaimana Mayap sampai menemukan kata aneh nan memikat itu.

            Lantas ditanya Badol karena masih ragu,  “ngapa lalu salam daun karet Mayap?”

            “Ehh..kau nie Dol. Daun karet itukan ada getahnya. Aku harap warga akan tetap melekat dan tidak bercerai berai walaupun nanti berbeda pilihan,” jawab Mayap penuh filosofis.

            Cu Eman mengangguk, Badol menggaruk.

Baca Juga : Hakim Sehari Lucu

                                                            ***

            Akhirnya setelah rapat itu, Badol dan Cu sibuk membuat poster sederhana dari kardus untuk kampanye Mayap Goyon. Karena ruang lingkup mereka masih sebatas pemilihan ketua kelompok tani mereka hanya menempel di sekitar kebun – kebun warga. Di pohon karet tempel, di pohon cempedak, pohon gandis, pohon manggis, pohon durian, hanya pohon jengkol dan pohon petai yang tak ada tempelan kampanye Mayap. Karena memang pesan Mayap jangan menempel di pohon yang jarang mandi itu, bau. Berbahaya!! Bisa – bisa tak terpilih ia nantinya.

            Oo..iya pembaca. Lawan Mayap ini bukan sembarangan. Dia adalah Puda Sani. Kata Puda di awal namanya sebenarnya adalah singkatan dari Pak Uda. Karena warga Sungai Liku suka menyingkat – nyingkat maka hanya disapa Puda Sani saja. Puda Sani adalah sosok orang yang punya banyak tanah. Luas, seluas bidang dadanya yang berbulu lebat karena jarang disemprot rundup itu. Ia banyak modal, disenggolnya sedikit warga dipastikan akan memilihnya kelak. Inilah yang menjadi beban Mayap Goyon, Badol dan Cu Eman. Tapi mereka tawakal, tertawa dan berakal. Kalaupun kalah nanti mereka tak akan kecewa dan harus gila karena kekalahan. Karena pastinya disetiap pemilihan seperti ini ada yang kalah dan menang. Asal tak banyak keluar modal itu saja sih pikir mereka.he

            “Mayap, aku dengar Puda Sani tu berjanji dengan warga. Kalau dia menang jalan kebun akan di semennya nanti. Berat lawan nie Mayap,” keluh Cu Eman

            “Tenang Man, kalaupun dia menang wajar. Tapi harus adil. Itu jak masalahnya, kalau dah jadi ketua harus adil,” jawab Mayap enteng.

            Daun – daun karet berguguran. Daun cempedak melayang, daun durian berserakan. Kardus – kardus kampanye Mayappun berantakan. Sebenarnya bukan berantakan, namun masa kampanye telah usai. Pekan sunyi istilahnya. Tak ada suara, tak ada bunyi, tak ada hiruk pikuk di kebun – kebun warga, karena memang hari ini akan diadakannya pemilihan ketua kelompok tani.

            Pesta demokrasi kampung Sungai Liku. Ramai warga berkumpul di halaman rumah Pak RT. Ada yang membawa cangkul, ada yang membawa pisau sadap karet, ada juga yang membawa jarai. Para warga membawa peralatan seperti itu semata – mata hanya ingin menunjukkan kepribadian mereka sebagai petani dan masyarakat yang polos serta apa adanya. Mereka takut membawa bendera partai, atau kaos bekas kampanye caleg, takut ada apanya. Badol tak kalah, ia datang dengan topi dari anyaman unik daun karet. Katanya sesuai slogan Mayap,” salam daun karet.”

            Pak RT sebagai Komisi Pemilihan Kampung mulai bersiap. Diambilnya sisir yang diselip di saku celana belakang. Dengan gaya yang berwibawa ia berusaha menyisir rambut keritingnya, bukannya lurus rambut  Pak RT malah menumpuk seperti sarang burung.

 “Pemilihan kita ini sederhana saja ya. Tidak ada coblos, tidak ada centang. Tidak ada bilik suara apalagi surat suara. Karena tak ada anggarannya,” kata Pak RT memulai pidatonya.

            “Jadi macam mana nak milih Pak RT. Katanya pengambilan suara?” tanya Cu Eman.

            “Siapa yang nak ngambil suara Cu. Suara tu cukup di simpan, jangan banyak bicara. Yang dibutuhkan adalah gerakan, bergerak, bertindak.” Jawab Pak RT mantap.

            “Caranya?” tanya Badol mewakili kebingungan warga.

            “Sekarang aku nak jelaskan, sesuai kesepakatan dan sudah disetujui Mayap dan Puda agar tidak ada rahasia di antara kita, maka...”

            “Tunggu Pak RT. Bukannya kalau pemilihan itu harus rahasia. Ngapa kita nie malah terbuka?” potong Cu Eman.

            Pak RT dongkol bicaranya dipotong Cu Eman, “eh..Cu, kalau rahasia tapi tak jujur sama gak bual. Mending terbuka tapi jujur.”

            Setelah perdebatan itu.  Pak RT mengumumkan cara memilih yang sungguh sederhana, cepat, dan tanpa biaya. Kemudian  Pak RT menyuruh para warga berbaris di depan rumahnya dan mengajak Mayap Goyon dan Puda Sani berdiri di hadapan barisan warga. Tanpa disadari ternyata cara memilihnya  cukup dengan mengangkat tangan.

            Pak RT maju ke depan para warga.  Disisirnya rambut agar wibawanya tambah lagi karena sempat down harus menjawab pertanyaan warga sekelas Badol dan Cu Eman.

            “Yang pilih Mayap angkat tangan!!!”

            “Yang pilih Puda angkat tangan!!!”

            Benar – benar tanpa rahasia, terbuka dan baru di Sungai Liku inilah asas pemilihan umum dilanggar para warga. Tapi nampaknya warga tak peduli dengan pendapat yang menjadi dasar itu. Mungkin warga lebih senang yang terbuka tapi penuh kejujuran dibandingkan yang rahasia namun penuh kecurangan.

            Setelah angkat – angkatan tangan tadi nampaknya pengaruh Puda Sani besar di Mata warga. Besarnya bidang dada dan tentunya bidang tanahnya, belum lagi janji akan membangun jalan membuat  warga terpikat  untuk memilihnya.

            Mayap Goyon nampaknya menerima kekalahannya. Dengan semangat ia menyalami Puda Sani memulai rekonsiliasinya,cie. “Selamat Puda, jadilah ketua yang adil. Aku dengar kau nak semenkan  jalan kebun tu.”

            “Rencananya begitu Mayap, doakan jak ya,” balas Puda gembira.

            “Kalau kau nak bangunkan jalan kebun, pesan aku harus merata. Jangan kau bangun jalan kebun orang yang milih kau jak. Warga yang milih aku, tak kau bangun jalan kebun mereka. Harus adil jadi ketua.” Pesan Mayap mantap.

            Puda Sani bahagia mendapat amanah dari warga, terlebih nasehat dari Mayap Goyon untuk dirinya.

            Sedangkan Badol dan Cu Eman menjadi tim sukses yang gagal sukses, kasian.

 

 

 

 

 

 

 

Komentar