Cerpen # Gadis Musang

 

                                                  





 

             Bonsai itu terlihat cantik sekarang lebih rapi setelah bersua dengan gunting besar di tanganku. Sebelumnya mereka nampak kaku dengan ranting - ranting yang mulai berani menyembul  nakal. Beberapa Angrek mulai merekah malu - malu, ditegur batang Mangga tempatnya menempel. Sebelum dipijak kaki,  rumput hijau nampak semangat sekali mengeluarkan pucuk - pucuk barunya yang mungil berselimutkan embun.

             Cahaya mentari sepenggalah terlihat. Sinarnya ramah menyapa siapa saja yang terbias olehnya. Jam 8. Aku berusaha cepat memoles taman pagi ini agar terlihat cantik dan rapi, karena ada kembang baru yang akan datang . Kembang dari Australia. Cantik katanya, wangi aromanya. Namun aku tak tahu kembang apakah gerangan yang datang. Kuharap kembang itu tak membuat cemburu Anggrek di dahan Mangga itu.

              Kata Mr. Brown pagi ini jam 9 kembang itu akan datang. Aku harus cepat.

 

                                              ***           ***       ***

 

             Mr. Brown, salah satu warga negara asing dari Australia. Ia dan keluarganya berada di kotaku karena proyek pembangunan kerja sama antara Indonesia dan Australia, Program Pelita Orde Baru. Dan di sini komplek Bina Marga tempat Mr. Brown dan beberapa teman beserta keluarganya tinggal.

            “Benjul,sudah selesai tugasmu?”tanya Mr. Brown dengan logat bulenya.

               Aku sebenarnya tidak suka dipanggil Benjul, namaku Banyuadi, entah karena lidah Mr. Brown yang kaku dengan logat bulenya jadi sulit memanggil Banyu, lebih mudah ia melafalkan Benjul.

            “Siap Mr,  sudah selesai, paling sapu - sapu sedikit,” jawabku agak kesal.

     “Ok, Ben. Now  you  boleh istirahat.’’

              Aku pun istirahat sambil mengunyah beberapa potong biskuit. Air dingin perlahan menghapus dahaga di batang leher. Burung Kuncit asyik berkejaran di ranting mangga, sesekali sayapnya usil menggoda Anggrek yang pemalu.  Sambil berkipas - kipas dengan caping aku menikmati waktu istirahat yang diberikan Mr. Brown hari ini.  Tanpa ba-bi-bu.

              “Benjul!, comehere   cepat.’’

               Ada apalagi nih bule. Pikirku kesal dengan mulut masih berlepotan remah - remah sisa roti.

              “Benjul   comehere!”

              “Ok  Mr.”

                  Bagai ular kehilangan ekor, kakiku melangkah cepat  memenuhi panggilan Mr. Brown.

              “Kamu bersihkan dulu, ini saya punya swimming pool, banyak kotor Ben, saya tidak mau kalau Kembang datang dia langsung mandi di sini.”

            “Kembang mandi Mr?”tanyaku heran.

                Mr. Brown menatapku dalam, alisnya naik sehingga bola matanya terlihat jelas terbelalak. Dia tidak suka banyak tanya ternyata,”Kembang saya sebentar lagi datang,”katanya melotot dan berbalik untuk pergi.

              Sauk jaring yang tadinya asyik berjemur lantas dipaksa olehku mencebur ke kolam untuk menciduk lumut - lumut yang timbul terkena panas.

              “Kembang kok mandi, bule  - bule, terserah kau saja.’’

               Mr. Brown nampak mengawasiku dari kejauhan dia tak ingin aku berleha membersihkan kolam renang miliknya. Karena si Kembang akan mandi di sini nantinya. Kembang yang membuat aku penasaran rupanya, wanginya.

 

                                                 ***       ***       ***

 

             Mobil hitam kusam datang, sesekali bunyi klakson menjerit - jerit. Nampak Mr. Brown  berlari semangat menghampirinya.

                 Tit.... tit...., tit... tit....

     Sekali lagi klakson menjerit.

                 Aku telah selesai membersihkan kolam renang, bersih sekarang. Tak peduli aku protes lumut yang asyik berenang ria tadinya, yang penting tugasku selesai.

                Di bawah pohon Mangga aku bersandar, menemani Anggrek yang mulai gelisah nampaknya. Kuterka Anggrek mulai cemburu dengan kehadiran Kembang baru di mobil sana. Aku tak akan cemburu sebagaimana Anggrek, mataku fokus ke mobil hitam kusam yang terparkir di depan garasi.

              Lelah mata menjeli, tersibak bulu mata memaki. Protes pandanganku sekarang. Karena tak ada satu pot pun Kembang  yang turun dari mobil hitam kusam itu.

              “Alah, akal - akalan Mr. Brown  saja, supaya aku cepat - cepat bersihin kolam, dasar bule,”sungutku.

              Tak berapa lama pandanganku mulai sadar, bulu mata mulai sayu, tapi fokusku bertambah. Ada sesosok Kembang lain di sana. Cantik, tinggi, rambutnya pirang terurai dan dia berpelukan dengan Mr. Brown. Itu mungkin kembang yang di maksud. Kembang yang akan berenang di Swimming pool.

                                                 ***       ***      ***

 

               Hampir sebulan lebih Marion berada di Indonesia, tepatnya kotaku. Dia anaknya Mr. Brown yang lagi liburan sekolah. Marion anak kedua Mr.Brown dan satu - satunya wanita. Wajar kalau Marion terlihat manja dan begitu dekat dengan Mr. Brown.

             “Ben,  sudah lama kerja di sini,”tanya Marion suatu pagi. 

      Aku suka gaya bicaranya, walau kaku tapi ada nuansa kesopanannya. Ben, mungkin karena panggilan itu begitu akrab kudengar walau masih jauh dari Banyuadi. Tidak Benjul panggilan hangat ala Mr. Brown.

             “ Sudah setahunan lebih Non,”jawabku ramah.

            ‘’Oo Great, Ben. Saya dapat tugas dari sekolah di Australi untuk mencari dan meneliti bunga Anggrek, Can you help me, Ben? ''

             Kalimat berbahasa inggris di akhir ucapannya tak asing kudengar muncrat dari mulut Mr. Brown ketika ada maunya. Tapi yang barusan kudengar nampaknya permintaan tulus dari Marion yang ingin meminta tolong.

             “Kalau Anggrek, di pohon Mangga itu juga ada Non, sudah merekah lagi.’’

             “Itu hanya satu jenis Ben, saya butuh  five ,”Marion menunjukan lima jarinya tepat di mukaku, lalu memasang muka memelas pucatnya.

             “Ok.. lima.”

            Wait.... Ben, tunggu!, kamu mesti bawa saya ke pohon asalnya. Karena penelitianku bukan di Anggreknya saja tapi habitatnya.”

              Aku hanya tersenyum kecut. Gugup, berdebar karena ditatap mata indah tepat di depanku. Belum lagi kalimat akhir yang tak aku mengerti. Habitat.

 

                                                  ****       ****      ****

 

             “Pergi ke mana?!, kalau kamu mau Anggrek di taman ada.”

            “ Itu cuma satu Dad, penelitianku lima jenis Anggrek, aku harus pergi juga ke habitat asal tanaman itu.’’

            Mr. Brown sedang berdebat seru pagi ini dengan Marion. Dia tak mau kalau anak perempuan satu - satunya pergi jauh, apalagi akan mencari Anggrek yang pastinya tumbuh di hutan.

             “Tidak ada izin untuk kamu pergi. Cukup Benjul yang cari!’’

               Marion tampak tak bersemangat, dia tak dapat bernegosiasi dengan ayahnya sendiri. Mr. Brown tipikal orang tua yang keras namun peduli.

               “Benjul...Benjul...where are you boy.’’

               Teriakan Benjul lagi. Bulu pirang halus Mr. Brown nampak berserakan memenuhi bidang dadanya yang lebar, nampaknya ia kepanasan hanya bertelanjang dada. Berdiri siap aku di depannya sekarang.

              “Benjul,  saya beri tugas ke kamu, carikan anak saya lima jenis bunga Anggrek.’’

             “ Memangnya anak Mr ke mana, perlu di cariin,” tanyaku polos.

             “ Maksud saya, kamu carikan bunga Anggrek untuk Marion!”teriak Mr. Brown yang sadar akan kesalahanku mengartikan logat bahasanya.

               “Oo, siap Mr. Five .. yes.. ok ok ..yes.”

               Mr. Brown malas menanggapi bahasa inggrisku yang amburadul.

 

                 ****        ****        ****

 

             “Mengapa harus ke habitatnya sayang, cukup kau teliti habitatnya di pohon Mangga di taman, cukup!, sekolahmu juga tak tahu kalau kamu berbohong masalah penelitianmu .’’

              No Dad, saya harus ke habitatnya, di pinggiran sungai dekat rumah si Ben,”jawab Marion membela.

              Nampaknya Marion tak ingin penelitiannya asal - asalan, tanpa data yang akurat dan lengkap. Dia tak suka berbohong dalam tugasnya, seperti teman - temannya yang sok - sokan meneliti bunga bangkai yang belum pasti di mana habitatnya. Dan dapat di pastikan data palsu dan rekayasa penelitian  yang mereka kumpulkan.

               Dia memilih Anggrek karena dia tahu, di Kalimantan tempat ayahnya bekerja sekarang, bunga Anggrek berasal dan pasti dia bisa memuat data sesuai dengan kondisi di lapangan.

             “Marion! ayah tak suka kamu dekat - dekat dengan Benjul. Dia orang desa, tidak bependidikan, bahaya. Hati - hati dan awas, kamu jangan dekat anak Indo itu!”

             “Tapi, Ayah. Saya harus dapat data Anggrek itu.’’

             “Jangan sampai ayah kurung kamu di kamar, sampai tiba waktu pulang kembali ke Australi!”Ancam Mr. Brown.

             Untuk kedua kalinya. Marion tak bisa merayu atau meyakinkan ayahnya untuk memberikan izin meneliti habitat asal bunga Anggrek. Dia berlari ke teras belakang berusaha menenangkan perasaannya yang kecewa.

              Ditengah kekecewaan dan  rasa kesal pada ayahnya.,  Marion kaget, ada seekor Musang peliharaan di teras belakang. Musang kesayangan Mr. Brown. Musang yang lucu dan jinak itu juga bernama Marion, sama seperti namanya. Jelas bahwa Mr. Brown sengaja memberi nama Marion kepada musang peliharaannya sebagai pelampiasan rindu kepada anaknya, Marion.

           “Itu Marion, aku sengaja memberi namanya sama denganmu agar aku bisa mengobati rinduku padamu sayang.’’

               Tiba - tiba Mr. Brown sudah berada di samping Marion. Sepertinya ia tahu kalau anaknya sedang merajuk dan sedikit kecewa dengan keputusannya.

             “ Sayang.. dia cuma sendirian ayah, coba carikan temannya.’’

              “Ya... mungkin secepatnya, aku carikan pasangan untuknya,”jawab Mr. Brown.

 

                       ****        ****        ****

 

             “Bagaimana kalau ayahmu marah, Non?  bisa dipecat aku.”

              “Tenang Ben, rencana kita pasti berhasil, jangan takut. Kamu kan punya kartu As nya,  nanti aku bawa kartu itu ayah pasti kalah,’’Marion tersenyum meyakinkanku.

                Marion memang nekat, ia berencana pergi ke pinggiran sungai di desaku tanpa sepengetahuan ayahnya. Gadis bule yang luar biasa menurutku, luarnya cantik namun ia seorang wanita yang memiliki keteguhan tekad untuk sebuah penelitian yang sebenarnya bisa di rekayasa data - datanya. Aku salut.

              “Ok.. sekarang kita berangkat.’’

            Lets go... Ben,”Marion menggenggam tanganku, dan sekali tarik aku melayang kikuk.

               Di pinggiran sungai kami menemukan banyak sekali bunga Anggrek yang menempel di batang pohon Bungor, di pohon Mangga, dan lebih dari jumlah yang diinginkan.

              “Pohon ini, sungai dan lingkungan sekitar sini itu yang dinamakan habitat Ben, kamu harus jaga jangan sampai Anggrek - anggrek ini punah,”jelas Marion dengan manisnya.

              “Jadi ayahmu salah sudah membawanya ke taman, maaf  ya... aku juga yang mengambilnya dari sini dan membawanya ke taman.’’

            “Kalau seperti itu, tidak salah Ben... yang salah kamu belum menunjukkan kartu As mu itu kepadaku, haha.. mana?”tagih Marion seraya tertawa.

               “Ya.. ya.. baik, ada di belakang rumah.”

             Marion dan aku berencana merayu ayahnya nanti. Ini juga ilmu kepepet yang diajarkan Marion. Negosiasi tahap akhir, jangan mengingat perang, lupakan kebencian mari saling memberi untuk suatu kebaikan. Itu kata Marion.

             Data sudah lengkap, sampel sudah terkumpul, dan kartu As sudah di tangan. Kami siap kembali ke rumahnya Marion, Komplek Bina Marga. Kami bercanda sepanjang jalan, tertawa dan juga sedikit takut membayangkan bagaimana reaksi Mr. Brown  ketika melihat kami kembali. Marion akan  terkurung di kamar kemungkinan jeleknya. Tapi aku, ya kemungkinan besarnya akan di pecat dan bisa jadi dapat bonus tamparan dari Mr. Brown. Wow gila juga pikirku. Tapi aku terus berdoa semoga kartu As ini bisa dihandalkan.

                        ****     ****     ****

 

             “ Ben.. terimakasih banyak ya, sudah membantu. Besok aku akan pulang ke Australia.’’

            “Iy.. sama - sama Non, jangan lupa ya dengan saya,”selorohku nakal.

               Sebenarnya aku sedih juga, masih ingin bersama. Marion sudah kuanggap saudara, dia juga sebaliknya menganggapku sebagai saudara nya di Indonesia. Begitu cepat rasanya waktu.

             “Ben..kalau bukan karena Benjul si Musangmu itu pasti kita akan habis - habisan di marah ayah. Berkat Musangmu itu, aku bisa bernegosiasi dengan ayah. Nampaknya dia memang butuh pasangan untuk si Marion, musang lucunya.”

            “Ku harap Benjul tidak pusing mendengar logat Marion musang ayahmu yang sudah menjadi bule itu, hahaha.’’

                Marion pun tertawa mendengar kelakarku. Kami menertawakan kekonyolan kami saat pergi tanpa izin tempo hari. Seandainya tidak ada Musang peliharaanku itu, tak bisa kubayangkan akan bagaimana nasipku. Biarlah Musang itu menjadi teman setia yang akan menemani Mr. Brown.

             “ Oh.. no... Ben... jull...., mengapa kamu kencingi sepatuku?!”

               Mr. Brown teriak dari teras belakang. Ternyata Musangku sudah membuat ulah dengan majikan barunya.

              Aku dan Marion tertawa bersama./DG

 

 

 

 

 

Posting Komentar untuk " Cerpen # Gadis Musang"